|

Sidang Kode Etik Kasus Dugaan Perampokan Gudang Kopi Milik Romi Ahmed Yang Melibatkan Oknum TNI Masuk Babak Ketiga


MEDIAINDONESIATERKINI.COM, MEDAN - Kasus dugaan perampokan Gudang Boemi Coffee Indonesia milik Romi Ahmed (55) yang melibatkan oknum TNI berpangkat Pratu kini telah berproses sidang kode etik yang ke tiga kalinya di Pengadilan Mahkamah Militer Medan, Jalan Ngumban Surbakti Medan, Sumatera Utara (Sumut), Kamis (16/01/2025).


Diketahui oknum TNI berpangkat Pratu berinisial AG yang diduga kuat sebagai pelaku perampokan Gudang Boemi Coffee Indonesia itu kini telah berstatus sebagai terdakwa dalam persidangan yang digelar.


Romi Ahmed selaku korban dalam kasus dugaan perampokan Gudang Kopi miliknya tersebut menjelaskan bahwa kejadian dugaan perampokan itu telah melibatkan oknum TNI AD yang bertugas di Batalyon Kaveleri 6 Asam Kumbang jajaran Kodam I/Bukit Barisan.


Adapun kejadian kasus ini diketahui sudah 2 Tahun lamanya berlalu yang terjadi pada tanggal 02 Maret 2023 yang lalu.


"Yak saya hadir disini untuk menyaksikan proses persidangan lanjutan terkait kode etik oknum TNI AD terhadap kasus saya yang di tanggal 02 Maret 2023 soal perampokan di Gudang Kopi Saya. Ketika itu dia bersama rombongannya mengambil kopi saya kurang lebih sebanyak 70 Ton seharga lebih kurang Rp.10 Miliar yang mengakibatkan saya mengalami kerugian banyak, baik materi maupun non materi. Ya itu sungguh luar biasa sampai 2 Tahun ini saya menjadi tidak ada penghasilan. Untuk menafkahi anak istri saya pun susah. Belum biaya-biaya untuk anak sekolah seperti biaya kuliah anak saya sangat susah sekali. Untuk itu saya mohon kepada Bapak Presiden Prabowo, Bapak Kapolri dan Panglima TNI serta Pangdam IBB dan Bapak Kapolda Sumut, saya minta keadilan," ucap Romi Ahmed dalam keterangan persnya kepada awak media, Kamis (16/01/2025), usai mengikuti sidang kode etik tersebut.



Saat ditanya soal motif kasus dugaan perampokan terhadap Gudang Kopi miliknya yang melibatkan oknum TNI AD tersebut, Romi mengatakan bahwa sebab akibat kejadian itu awalnya bermula dari soal utang.


"Awal mula kasus saya itu ialah terkait utang piutang saya. Dari 12 Miliar, saya sudah bayar 7 Miliar. Nah sisa 5 Miliar lagi, sesungguhnya saya ingin bayar. Namun waktu kejadian pada tanggal 02 September 2022, ketika itu dua mutu mereka sangat tidak bagus. Saya suruh angkat balik mereka waktu itu, akan tetapi Marisi Nababan meminta agar tolong diperbaiki dan diganti biaya. Marisi Nababan mengatakan perbaiki dan segala macam biaya yang muncul dari proses kopi mereka. Lantas saya lakukan saya percayai dan saya lakukan. Dalam perjalanan, saya 7 Miliar bayar, saya tunda pembayaran 5 Miliar. Sebab kalau mereka izinkan saya potong biaya proses dan perbaikan. Jadi itu kurang lebih 2 Miliar. Setelah 2 Miliar potong, saya ingin kembalikan 3 Miliar, tapi mereka tidak pernah hadir baik panggilan secara lisan, baik dengan somasi 2 kali dari saya. Dan suatu hari undangan dari Marisi Nababan ter tanggal 16 Februari 2023 saya ke rumah Marisi Nababan, tapi mereka tidak ada di rumahnya sendiri. Habis itu kurang lebih 1 jam saya balik ke gudang. Nah tapi habis itu mereka ada lapor ke Polrestabes Medan atas tidak bayarnya saya dan judulnya penipuan dan pengadaan. Sementara saya mau hadir. Dari Polrestabes Medan saya dipanggil tanggal 03 Maret 2023. Saya berencana mau hadir, eh ternyata tanggal 02 Maret 2023 mereka lakukan perampokan dengan paksa, diambil kopi saya, bongkar gudang saya dan ambil kopi-kopi saya dan segala macam lainnya," jelasnya.


Saat ditanya terkait dengan siapa dalang pelaku dugaan perampokan gudangnya tersebut, Romi Ahmed mengatakan bahwa sesungguhnya dalang pelakunya adalah Marisi Nababan. Romi menjelaskan bahwa ketika itu Marisi Nababan mendatangi Gudang tersebut bersama dengan kawan-kawannya termasuk oknum TNI.


"Marisi Nababan sebagai pelaku aktor intelektualnya. Ada sebagian kawannya masuk ke dalam gudang dan ada sebagian kawannya di luar pagar yakni Iradhah Hasnan Uje dan Sadarsah. Sebelumnya di tanggal 28 Februari 2023 yang di komandoi oleh Iradhah Hasnan Uje, dia bersama Sadarsah dan kawan-kawannya menggembok gudang saya. Ditanggal 02 Maret 2023 Marisi Nababan orang yang mengeksekusi angkat kopi saya bersama Sartina dan suaminya oknum TNI AD berinisial AG itu beserta dengan kawan-kawannya yang lain," ungkap Romi.


"Nah hari ini saya menghadiri sidang kode etik atas keterlibatan oknum TNI yang ikut serta dalam perampokan di gudang kopi saya. Terkait sidang hari ini saya lihat berjalan lancar sebagaimana biasanya. Ini sidang ke tiga atas laporan saya kepada si terlapor Pratu AG yang saya laporkan di Denpom Medan. Saya belum bisa untuk komentar tentang sidang ini karena belum selesai sampai tuntas. Tapi yang saya lihat, Hakim di persidangan kali ini cukup bagus. Sidang lanjutan akan digelar pada Senin tanggal 20 Januari 2025 nanti," imbuhnya.



Romi juga menjelaskan bahwa sidang membahas tentang pemeriksaan terhadap para saksi-saksi. Diantaranya yakni ada terdapat 2 anggota TNI yaitu 1 orang dari Babinsa Koramil kilometer 12 simpang kompor dan 1 orang lagi anggota TNI bernama Palan S, serta anaknya Romi bernama Ahmadsah Massud.


"Tadi sidang memeriksa 3 orang saksi, yakni ada 2 orang anggota TNI AD dan 1 orang lagi anak saya. Udah jelas itu mereka dari awal sampai akhir udah ikutin. Tadi pertanyaan Hakim bilang kenapa kita tidak mencegah, itu pihak keamanan saya orang security, nah itu harusnya dipertanyakan ke pihak security. Kalau pihak kami, kita orang awam. Orang tidak tahu kejadian yang seperti dialami. Adapun keyakinan saya sama aparat negara ini bahwasanya apapun yang terjadi kita tunggu saja, saya percayakan kepada aparat-aparat penegak hukum yang ada di negara ini yang bisa berikan rasa keadilan dan hukuman kepada pelaku-pelakunya," ujar Romi.


"Tapi sebelumnya, saya mau sampaikan bahwa anggota TNI yang bertugas di Kodam IBB namanya Palan S. Dia (Palan red) ini turut membantu untuk memuat dalam peristiwa perampokan di gudang kopi saya. Tadi dia juga ada hadir dalam persidangan untuk diperiksa sebagai saksi. Waktu itu Palan S ini salah seorang yang seolah-olah membantu kasus saya hari itu, dia ikut dalam rapat untuk berdamai atau istilahnya mediasi. Sebenarnya tidak ada rapat yang memfasilitasi tentang perdamaian, tidak ada perdamaian. Mereka sebelum rapat udah mempersiapkan segala macam seperti sepeda motor, massa, alat-alat segala macam disiapin disitu. Jadi rapat itu bukan semacam mediasi. Tidak ada kesimpulan dalam rapat mediasi waktu itu. Yang ada cuma formalitas, karena mereka datang tanpa mediasi, bukan minta pembicaraan hak mereka. Mereka minta jaminan apa, kalau gak jaminan, angkat barang dibilang seperti itu," ucap Romi.


"Terkait persidangan hari ini, adapun pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut dengan kenapa kita ngelawan, kenapa kita diam, bukannya kita diam tapi kita hanya menghargai proses hukum. Mereka lapor saya ke Polrestabes, saya mau hadir, yang saya lihat mereka lapor duluan tapi mereka juga lecehkan laporan mereka sendiri. Contoh tanggal 3 saya mau hadir, eh mereka tanggal 2 malah melakukan perampokan. Jadi saya berharap kiranya keadilan itu dapat ditegakkan dalam hasil putusan terakhir persidangan ini nantinya," kata Romi.



Sementara itu Ahmadsah Massud (saksi) anak dari Romi Ahmed (korban/pelapor) mengatakan bahwa dirinya turut dicerca berbagai pertanyaan saat persidangan berlangsung. Ia ditanyai soal terdakwa atas apa saja yang telah dilakukan terdakwa saat peristiwa dugaan perampokan itu terjadi.


"Tadi saya ditanyain perkara tentang apa saja yang dilakukan terdakwa di TKP, dan apa saja yang pelaku lakukan di TKP. Serta apa saja kegiatan saya di TKP. Ya saya jawab semua dengan apa yang ada, ya yang ada yang saya lihat di depan mata saya, gitu," ujarnya.


"Sidang hari ini menurut saya cukup bagus, akan tetapi saya nggak tahu kedepannya bagaimana kasus ini. Saya berharap tolonglah kasus ini agar dipercepatlah selesai sidangnya hingga tuntas, biar semua menjadi tampak jelas terang benderang," tambahnya.



Selaras, Romi Ahmed juga berharap agar hasil persilangan kode etik ini nantinya dapat meraih terwujudnya keadilan sesuai prosedur hukum yang berlaku di TNI.


"Harapan saya kedepannya keadilan. Kalau proses damai saya lihat udah lewat 2 Tahun, nggak mungkin mereka ingin damai. Jadi karena mereka tidak ada ingin damai, tidak ada ingin ganti rugi, jadi ya lebih baik lanjut proses hukum saja sesuai undang-undang yang berlaku di Negara ini," pungkasnya.


Berdasarkan pantauan awak media, sidang tampak berlangsung hampir satu harian lamanya persidangan, yang dimulai dari jam 11.00 WIB - 17.00 WIB. Tampak hadir dalam persidangan yakni, 3 orang Hakim yang terdiri dari Perwira Menengah TNI AD dan AU, 1 orang Panitera dari TNI wanita, 1 orang Oditor dari TNI AD, 1 orang Terdakwa Pratu AG, 2 orang Penasehat Hukum Terdakwa yang berasal dari Satuan Kaveleri, 3 orang saksi dan pelapor (korban) Romi Ahmed bersama rombongannya juga ikut hadir. Persidangan berlangsung lancar aman dan kondusif. (Ari)

Komentar

Berita Terkini